Menaker: Peran Serikat Pekerja Sektor Perkebunan Sawit Harus Diperkuat

By Admin

nusakini.com-- Menteri Ketenagakerjaan M.Hanif Dhakiri mendorong penguatan peran dan posisi Serikat Pekerja / Serikat Buruh di sektor perkebunan kelapa sawit. Peranan SP/SB diyakini mampu menangani permasalahan yang dialami para pekerja/buruh secara intensif. 

“Saya ingin SP/SB benar-benar kuat sehingga persoalan ketenagakerjaan mulai dari status hubungan kerja, pemenuhan hak-hak, pelaksanaan norma ketenagakerjaan dan K3 bisa diawasi, disuarakan, dan diadvokasi secara intensif,”ujar Menaker dalam acara Kongres Perkumpulan Sawit Watch ke-5 di IPB Convention Center, Selasa (22/11).

Menteri Hanif menjelaskan, untuk sektor perkebunan sawit memiliki dua persoalan. Pertama, pekerjanya merupakan pekerjaan musiman. Diketahui, hubungan kerja pekerja/buruh di sektor perkebunan sawit sebagian besar dilakukan dengan Perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT), termasuk harian lepas. Kedua tenaga kerja yang terserap memiliki keterampilan dan pendidikan rendah. 

Kementerian Ketenagakerjaan saat ini mencatat setidaknya terdapat sekitar 10 juta pekerja/buruh yang ada di sektor perkebunan sawit. Data dari sawit watch sekitar 70 persen pekerja di sektor perkebunan sawit merupakan buruh harian lepas (BHL).  

Dua persoalan di atas, katanya lagi, berdampak pada perlindungan dan syarat kerja tenaga kerja. 

“Industrinya memberikan kontribusi yang luar biasa. Tapi perhatian Kemnaker khususnya adalah bagaimana tenaga kerja mendapat kesejahteraan yang merefleksikan kontribusinya yang besar ke pendapatan negara. Untuk mewujudkan hal itu terus kami lakukan melalui banyak hal terutama di perlindungannya,”katanya. 

Saat ini perlindungan bagi pekerja/buruh sawit diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan yang telah berlaku sejak 23 Oktober 2015. Kebijakan pengupahan ditujukan untuk pencapaian penghasilan, baik dalam bentuk upah maupun pendapatan non upah yang memenuhi penghidupan layak bagi pekerja/buruh.

Selain itu, Tunjangan Hari Raya (THR) yang diatur dalam Pemenaker Nomor 6 Tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan Bagi Pekerja telah yang berlaku sejak 8 Maret 2016. Aturan baru itu mewajibkan pengusaha memberi THR keagamaan pada buruh yang telah memiliki masa kerja 1 bulan. Adapun, bentuk perlindungan lain juga juga diatur melalui program BPJS Kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan, dan jaminan pelaksanaan K3 serta perlindungan untuk pekerja anak.  

Khusus untuk K3, potensi bahaya yang mengancam kesehatan dan keselamatan pada sektor perkebunan sawit seperti modernisasi pertanian dengan penggunaan racun-racun hama dan pemakaian alat baru. Sehingga wajib penyediaan fasilitas K3 seperti: baju kerja, helm/topi, kaca mata, sarung tangan, penunjang keamanan yang bersifat nonmaterial (buku petunjuk penggunaan alat, rambu-rambu dan isyarat bahaya).  

Menaker melanjutkan, untuk memastikan hak buruh terpenuhi penguatan pengawasan terus dioptimalkan. Ia juga mengharapkan adanya kerjasama antara dunia usaha dan pekerja dalam mewujudkan kehidupan pekerja/buruh sawit yang lebih baik lagi. 

“Pekerjaan apapun statusnya mereka berhak terhadap hak yang dijamin UU . Oleh sebab itu kita berharap bahwa baik itu dunia usaha maupun pekerja dan SP/SB bisa bekerja bersama dengan pemerintah untuk meningkatkan kepatuhan perusahaan dalam pelaksanaan norma ketenagakerjaan menyangkut upah, kepesertaan BPJS kesehatan ketenagakerjaan, K3, dan sebagainya.”ucapnya.(p/ab)